Aset Kripto Bisa Jadi Pilihan Alternatif jika PayPal Diblokir Lagi

Share :

Portalkripto.com — Aruman Hasmi sangat kelimpungan saat Pemerintah Indonesia memblokir platform pembayaran PayPal. Sebagai kretaor animasi dan 3D art ia sangat mengandalkan layanan platform digital tersebut untuk menerima honor dari kliennya yang kebanyakan dari luar negeri ini.

“Sangat terdampak banget. Mana hari ini waktunya bayaran (gajian),” ujar Aruman kepada Portalkripto, 31 Juli 2022. Saat wawancara PayPal masih diblokir oleh pemerintah. 

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) sempat memblokir PayPal dan layanan digital lainnya sejak Sabtu, 30 Juli 2022. Akibatnya, sejumlah pengguna tidak bisa mengakses situs tersebut dan sekelompok lainnya bereaksi keras melalui media sosial.

Kominfo menjelaskan alasan pemblokiran itu karena PayPal dan sejumlah platform lainnya seperti Steam, Epic Games, Yahoo Search Engine, Dota, Counter Strike, dan Origin belum terdaftar di situs Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE)  milik pemerintah.

Sesuai amanat Peraturan Menteri Kominfo Nomor 5 Tahun 2020 tentang PSE Lingkup Privat, platform tersebut wajib melakukan pendaftaran sesuai tenggat yang ditentukan, Jika tidak mendaftar atau terlambat, maka PSE Lingkup Privat bakal dianggap ilegal dan akses layanannya bisa diblokir di Indonesia.

Namun setelah mendengar masukan terkait masih banyaknya dana masyarakat yang tersimpan di PayPal, Kominfo membuka sementara blokir PayPal dan terhitung efektif mulai Senin (1/8) hingga Jumat (5/8/2022). 

Dirjen Aplikasi Informatika, Semuel A. Pangerapan, meminta masyarakat menggunakan kesempatan ini untuk memindahkan dananya ke aplikasi lain. Menurutnya, saat ini banyak aplikasi dan layanan digital untuk pembayaran yang bisa digunakan.

Platform seperti PayPal menjadi andalan bagi pekerja lepas seperti Aruman yang kerap mendapat pekerjaan dari orang asing. Rata-rata pekerja seperti Aruman mendapat honor menggunakan dollar yang dikirimkan salah satunya melalui PayPal.

Dengan adanya pemblokiran tersebut, pekerja lepas seperti Aruman tentu sangat dirugikan. Namun, selain PayPal, masih banyak alternatif saluran pembayaran, salah satunya menggunakan aplikasi berbasis blockchain yang menggunakan aset kripto.

Minim Informasi

Aruman mengatakan, bahwa dirinya pernah menerima pembayaran dari klien luar negeri menggunakan aset kripto. Saat itu, ia menerima order membuat 3D art untuk proyek crypto. Ia dibayar menggunakan aset kripto ETH. 

Menurutnya, pembayaran menggunakan aset kripto lebih efisien. Jika menggunakan PayPal ia harus menunggu 5-7 hari untuk mencairkan hasil keringatnya. Namun, jika menggunakan aset kripto, proses transkasi hanya memerlukan waktu kurang dari 10 menit untuk aset tersebut sampai di dompetnya. 

“Tapi kelemahannya, harganya pakai kurs dollar, tapi ngirimnya crypto. Jadi pas tanggal pembayaran kebetulan harganya pas turun. Fluktuasi nya terlalu ekstrim,” ujarnya. 

Salah satu kekurangan transaksi menggunakan aset kripto adalah ketidakstabilan harga di setiap harinya. Namun, hal tersebut sebetulnya bisa disiasati dengan menggunakan aset kripto seperti stablecoin. Di mana aset kripto tersebut nilainya tidak berfluktuasi terlalu tinggi. Misalnya seperti Tether USDT yang nilainya mengikuti harga dollar AS. 


Kamu Bisa Baca Artikel Lain:

Penggalangan Dana Lewat Kripto Mencapai $30,3 Miliar di Semester 1 2022

Meta Integrasikan Instagram dengan Wallet Kripto

Adopsi Bitcoin El Salvador Berbuah Manis, Kunjungan Turis Melonjak 82,8%


Penggunaan aset kripto sebagai alat pembayaran antarnegara memang masih belum terlalu populer. Meski, di sejumlah kalangan terutama yang bekerja di industri blockchain hal ini merupakan suatu yang sangat lumrah. Hal ini menandakan bahwa informasi mengenai kegunaan aset kripto masih sangat minim. 

Hal itu lah yang dialami oleh desainer web grafis asal Bandung, Satrio Iman Nugroho. Pada tahun 2019, ia sempat ditawari oleh perusahaan yang menjadi kliennya untuk dibayar menggunakan aset kripto. Namun, Satrio saat itu sempat menolak, lantaran ia belum paham bagaimana menggunakan aset tersebut. 

“Jadi waktu pas 2019 saya belum paham kripto itu cara kerjanya gimana, pakai platform apa. Jadi lebih ke belum mengerti aja sih. Kalau sudah ngerti mungkin sudah saya ambil,” katanya.

Di Indonesia aset kripto diatur sebagai komoditas. Karena hal itu bertentangan dengan Undang-Undang No.7/2011 mengenai mata uang. Aturan ini menjelaskan bahwa aset kripto tidak bisa dijadikan alat pembayaran di dalam negeri. 

Namun, jika dijadikan alat pembayaran antar negara aset kripto kerap menjadi alternatif. Pembayaran antarnegara menggunakan aset kripto saat ini belum diatur secara rigid oleh pemerintah. Transaksi menggunakan aset kripto oleh orang Indonesia dalam membeli sesuatu di luar negeri pun telah lazim dilakukan. Seperti yang telah  orang Indonesia ketika membli atau menjual aset koleksi NFT. Sudah dipastikan seseorang yang membeli atau menjual NFT menggunakan aset kripto. 

Dan kini beberapa perusahaan luar negeri pun sudah menerima pembayaran menggunakan aset kripto, seperti Gucci, Amazon, Majalah TIME, dan lainnya. 

Berdasarkan laporan terbaru Deel’s State of Global Hiring Report, secara global pembayaran melalui kripto tetap stabil di kisaran 5% meskipun pasar sedang melewati crypto winter. Deel menyatakan pembayaran gaji melaui aset kripto populer di negara-negara dengan volatilitas mata uang yang tinggi misalnya kawasan Amerika Latin dan Afrika.

Influencer Bitcoin asal Indonesia Dea Rezkitha sempat mengutarakan kelebihan menerima gaji atau honor menggunakan BTC. Menurutnya, pekerja lepas tidak semestinya khawatir apabila pemerintah kembali memblokir platform pembayaran seperti PayPal dll. Menurutnya, pembayaran menggunakan BTC justru jauh lebih efektif dan tidak akan pernah terkena imbas intervensi pemerintah. 

“Jangan takut jika Anda seorang freelancer Indonesia, atau siapa pun yang mengandalkan paypal untuk menerima pembayaran di luar negeri.#bitcoin dan pertukaran peer to peer adalah pengganti yang jauh lebih baik,” ujar Dea melalui utas Twitternya, 30 Juli 2022.

EDITOR: IQBAL LAZUARDI