Portalkripto.com– Pertumbuhan dan minat mata uang digital cryptocurrency (kriptokurensi) di Indonesia semakin kencang. Data Bappebti mencatat transaksi Bitcoin dan mata uang kripto lainnya di tahun 2020 mencapai 54 triliun. Penggunanya pun kian bertambah, di tahun 2020 jumlahnya mencapai 3 juta orang.
Di tengah kegandrungan masyarakat atas teknologi baru mata uang ini, perdebatan yang kerap muncul adalah, apakah kripto sesuai syariat Islam atau tidak? Polemik ini sangat penting untuk ditinjau. Terlebih pasar kripto di Indonesia sudah semakin marak. Perlu kepastian yang jelas bagi masyarakat mengenai kehalalan mata uang digital ini.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebetulnya telah mengeluarkan saran–bukan fatwa–tentang penggunaan mata uang kripto pada tahun 2018. Salah satu isinya, MUI memberi saran bahwa Bitcoin atau mata uang kripto lainnya masuk dalam kategori mata uang konvensional.
Pada penjelasannya, MUI mengutip kitab Buhuts fi al-Iqtishad al-Islami, 1996, h.178, yang menjelaskan tentang pengertian uang berdasarkan tafsir ulama.
Definisi uang: “النقد هو كل وسيط للتبادل يلقي قبولا عاما مهما كان ذلك الوسيط وعلى أيّ حال يكون” “uang: segala sesuatu yang menjadi media pertukaran dan diterima secara umum, apa pun bentuk dan dalam kondisi seperti apa pun”.
Dari pengertian tersebut, MUI menyimpulkan bahwa Bitcoin atau mata uang kripto lainnya hukumnya adalah mubah sebagai alat tukar bagi yang berkenan untuk menggunakannya dan mengakuinya.
“Bitcoin sebagai alat tukar hukumnya boleh dengan syarat harus ada serah terima (taqabudh) dan sama kuantitas jika jenisnya sama. Dan jika jenisnya berbeda disyaratkan harus taqabudh secara haqiqi atau hukmi (ada uang, ada bitcoin yang bisa diserahterimakan). Diqiyaskan dengan emas dan perak, semua benda yang disepakati berlaku sebagai mata uang dan alat tukar,” salah satu poin dari saran MUI mengenai Bitcoin.
Namun, untuk alat investasi dan spekulasi MUI memberi saran bahwa hal tersebut adalah haram. “Bitcoin sebagai investasi lebih dekat pada gharar (spekulasi yang merugikan orang lain). Sebab keberadaannya tak ada aset pendukungnya, harga tak bisa dikontrol dan keberadaannya tak ada yang menjamin secara resmi sehingga kemungkinan besar banyak spekulasi ialah haram.”
Sama seperti mata uang konvensional, BItcoin atau mata uang kripto bisa digunakan untuk melakukan tindakan ilegal atau melanggar syariat Islam. Mata uang kripto sangat mungkin digunakan untuk berjudi (trading binary), juga sebagai cara untuk mencuci uang (money laundry). Dua kejahatan tersebut tentu berlaku dan bisa dilakukan menggunakan mata uang konvensional.
Pandangan Lain
Sementara itu, sebuah studi yang ditulis oleh Muhammad Abu-Bakar dari perusahaan investasi, Blossom Finance di Indonesia, menjelaskan tentang bagaimana hukum mata uang digital ini dari kaca mata Islam yang memiliki definisi fungsi uang tersendiri.
Dalam jurnal berjudul “Shariah Analysis of Bitcoin, Cryptocurrency, and Blockchain,” Abu-Bakar mengupas tentang fungsi uang dan menjelaskan lebih detail mengenai bitcoin.
Berdasarkan hasil studinya, Abu Bakar menulis kesimpulan bahwa penelitiannya tidak menemukan pertentangan antara sistem cryptocurrency dengan syariat Islam. Namun, ia menerangkan mengapa saat ini orang-orang dan otoritas berpandangan bahwa bitcoin itu haram.
“Bitcoin mudah digunakan untuk kegiatan ilegal. Oleh karena itu, orang banyak menggunakan bitcoin untuk tujuan ilegal dan non-Syariah untuk menghindari dan menyembunyikan diri dari pemerintah dan otoritas terkait,” tulis Abu-Bakar.
Selain dua tinjauan tersebut, kajian tentang mata uang kripto ini pun sudah dilakukan oleh Pusat fatwa Islam Afrika Selatan, Darul Uloom Zakariyya. Kajian tersebut mengambil posisi bahwa Kriptokurensi memenuhi kondisi mal atau halal karena itu diizinkan untuk berdagang.
Kajian tersebut pun menjelaskan bahwa Bitcoin tidak dapat dinyatakan haram apabila dilihat dari faktor bahwa jenis mata uang ini telah mengalami banyak spekulasi dan memiliki tujuan ilegal, seperti pencucian uang, penipuan, dan perdagangan ilegal. Karena, perdagangan emas, perak, dolar AS dan euro juga mengalami hal yang serupa.
“Secara umum, penggunaan sesuatu yang sah untuk tujuan yang melanggar hukum tidak berlaku benda itu sendiri menjadi tidak sah,” ungkapnya.
Namun, mereka mencatat bahwa untuk memenuhi syarat sebagai mata uang, seharusnya jenis cryptocurrency itu harus disetujui oleh otoritas pemerintah terkait.
“Yurisdiksi di mana penggunaan cryptocurrency dilarang secara eksplisit, maka dalam yurisdiksi semacam itu, tidak diperbolehkan untuk berurusan dengan cryptocurrency.”
——————————————————————-
Disclaimer:
Perdagangan atau investasi digital asset atau mata uang kripto (Bitcoin, Ethereum, dll) merupakan aktivitas beresiko tinggi. Sebelum memutuskan untuk mulai berinvestasi ketahui dulu resikonya. Perdagangan Digital Asset sebaiknya dilakukan pada platform exchange yang terdaftar di Bappebti.
Kami tidak memaksa Anda untuk membeli atau menjual aset digital ini, sebagai investasi, atau aksi mencari keuntungan. Pahami dulu lebih dalam sebelum memutuskan berinvestasi mata uang kripto.