India Semakin Tidak Ramah, Perdana Menteri Serukan Pelarangan Mata Uang Kripto

Share :

Portalkripto.comIndia semakin tidak ramah terhadap mata uang kripto dengan berbagai kebijakan yang menurut para investor semakin memberatkan.

Meskipun teknologi blockchain mendapat sambutan yang baik di India, namun bank sentral kerap meluncurkan regulasi yang menekan kripto. Misalnya dengan pajak tinggi.

Pemerintah India menetapkan pajak tarif tetap sebesar 30% mulai April 2022 untuk semua keuntungan atau pendapatan dari mata uang kripto. Selain itu masih ada pajak 1% untuk transaksi kripto yang melebihi 50.000 INR (sekitar $600) dalam satu tahun keuangan. Besaran pajak ini, menjadikan India sebagai negara dengan pajak tertinggi keenam di dunia.

Sejak itu UU ini diberlakukan, exchange aset kripto lokal telah melaporkan penurunan volume sebanyak 90%.

Terbaru, meski belum menjadi regulasi, Gubernur Bank Sentral Shaktikanta Das menyerukan melarang semua aktivitas aset kripto. Hal itu dia sampaikan dalam saat berbicara tentang industri kripto di acara Business Today baru-baru ini.

Das mengatakan kripto tidak lain adalah perjudian dan dan nilainya tidak lain adalah khayalan.

Untuk menangkis pendapat kontra, Bank Sentral India (RBI)meluncurkan mata uang digital (CBDC) dalam upaya meminimalkan monopoli kripto di negara Bollywood tersebut. Dia menambahkan perlunya memberlakukan larangan langsung pada aset kripto dan menyatakan bahwa tidak ada nilai yang mendasarinya.

“Setiap aset, setiap produk keuangan harus memiliki dasar (nilai) tetapi dalam kasus kripto tidak ada dasar. Bahkan kenaikan harga pasar kripto, didasarkan pada khayalan. Jadi apapun tanpa dasar, yang nilainya bergantung sepenuhnya pada khayalan, tidak lain adalah 100 persen spekulasi atau terus terang, itu adalah perjudian,” jelas dia.

Alasan lain yang memperkuat keyakinannya adalah kejatuhan bursa kripto FTX yang menurut dia sebagai peristiwa yang mengkhawatirkan.

Tak Konsisten

Apa yang disampaikan Das, di sisi lain, tidak sesuai dengan misi pemerintah India sebagai presidensi G-20 menggantikan Indonesia sejak Desember 2022.

Sebagai presidensi, India menyatakan akan membawa regulasi kripto sebagai agenda utama dalam masa kepemimpinnya selama setahun mendatang.

Kepala Penasihat Ekonomi India, V Anantha Nageswaran, mengatakan salah satu tujuan yang ingin dicapai India adalah mengidentifikasi solusi berbasis konsensus untuk mempercepat skala dan cakupan respons komunitas global terhadap banyaknya tantangan lintas batas seperti regulasi aset virtual.

Hal senada disampaikan Menteri Keuangan India, Nirmala Sitharaman, yang mengatakan regulasi kripto akan menjadi bagian dari agenda utama.

India tidak hanya akan mengambil alih kursi prisedensi G20 mulai Desember, tetapi juga akan menjadi tuan rumah KTT Pemimpin G20 untuk pertama kalinya tahun depan.

Agenda utama India di G20 untuk membahas regulasi kripto tampaknya cerminan dari yang sedang mereka hadapi di dalam negerinya.

Pemerintah India dikritik oleh industri kripto lokal sebagai negara rezim pajak tinggi. Tak cuma pajak tinggi, bank sentral India pun masih gencar menyerukan larangan transaksi aset kripto.

Dengan dua masalah domestik tersebut, India memiliki peran penting untuk membingkai peraturan kripto secara global.