Bitcoin: Rp. 1.932.877.189 | 24h: 0.66%XRP: Rp. 48.511 | 24h: 1.68%Ethereum: Rp. 52.045.406 | 24h: 4.36%Solana: Rp. 2.719.278 | 24h: 3.12%SUI: Rp. 65.372 | 24h: 0.76%Pudgy Penguins: Rp. 542 | 24h: 0.3%ZeroLend: Rp. 1 | 24h: 31%Pepe: Rp. 0 | 24h: 5.62%DeFi: Rp. 53 | 24h: -2.78%
Lihat Market

Mengenal Howey Test dan Implikasinya Terhadap Kripto sebagai Sekuritas

Share :

Portalkripto.com — Howey Test adalah indikator yang dijadikan acuan oleh Mahkamah Agung AS untuk menentukan apakah sebuah aset masuk ke dalam kategori sekuritas, yang transaksinya memenuhi syarat sebagai ‘’kontrak investasi’.

Sekuritas adalah instrumen keuangan yang dapat dipertukarkan dan diperdagangkan, yang digunakan untuk meningkatkan modal di perusahaan publik dan swasta.

Sementara itu, sebuah transaksi bisa disebut ‘kontrak investasi’ jika uang yang digunakan diinvestasikan ke dalam sebuah perusahaan dengan tujuan mendapatkan keuntungan yang masuk akal, yang bisa diperoleh dari upaya-upaya yang dilakukan oleh perusahaan itu.

Mengutip Investopedia, aset yang telah ditetapkan sebagai sekuritas harus tunduk pada aturan dalam Securities Act of 1933 dan Securities Exchange Act of 1934.

Sejarah Howey Test

Howey Test muncul dalam perseteruan antara Komisi Sekuritas dan Bursa (SEC) AS dengan perusahaan pengelola kebun jeruk milik William John Howey, Howey Company, yang ditangani Mahkamah Agung AS pada 1946.

Saat itu Howey Company, yang memiliki lahan kebun jeruk luas di Florida, memutuskan untuk menyimpan separuh lahan untuk dirinya sendiri dan menjual sisanya kepada sejumlah investor. Karena para investor tidak memiliki pengalaman di bidang pertanian, Howey menawarkan diri untuk mengelola lahan itu dalam sebuah kontrak.

Dengan kontrak tersebut, pekerja Howey bisa merawat kebun milik investor dan menjual buah-buahan yang tumbuh di dalamnya. Kedua belah pihak kemudian saling berbagi pendapatan dari hasil penjualan.

Strategi jual lahan dan menawarkan kontrak pengelolaan dianggap strategi bisnis yang pintar karena Howey bisa mengembangkan usaha pertaniannya dengan menerima dana dari investor yang notabene bukan petani.

SEC kemudian menggugat kontrak kerja sama antara Howey Company dan para investor. Pengadilan di Mahkamah Agung AS akhirnya memutuskan bahwa kontrak yang ditawarkan Howey kepada para investor memenuhi syarat sebagai ‘kontrak investasi’.

Dalam putusan itu, Mahkamah Agung AS juga menetapkan empat kriteria ‘kontrak investasi’ yang disebut Howey Test, yakni:

1. Investasi dalam bentuk uang
2. Dalam entitas umum
3. Ada ekspektasi keuntungan
4. Keuntungan didapat dari pihak lain

Dalam kasus Howey, para investor menginvestasikan uang mereka untuk bisa mendapatkan keuntungan dari upaya-upaya yang dilakukan oleh Howey Company (mengelola lahan dan menjual jeruk). ‘Kontrak investasi’ semacam ini diklasifikasikan sebagai sekuritas dan harus terdaftar di SEC.

Implikasi Howey Test dalam Kripto

Mata uang kripto seperti Bitcoin diketahui bersifat terdesentralisasi sehingga tidak didesain untuk diregulasi. Namun, dalam beberapa tahun terakhir ini, SEC terus mencari celah untuk membuktikan apakah kripto adalah sekuritas dan benar-benar memenuhi kriteria ‘kontrak investasi’.

Dari empat kriteria Howey Test yang telah ditentukan Mahkamah Agung AS pada 1946, kripto dinilai berhasil memenuhi dua kriteria, yakni investasi dalam bentuk uang dan dalam entitas umum. Namun, ada satu kriteria yang sulit untuk dibuktikan, yaitu ada ekspektasi keutungan yang didapat dari upaya yang dilakukan pihak lain.

Menurut SEC, sebuah mata uang kripto bisa dianggap sebagai sekuritas jika investor sangat bergantung pada pengembangan jaringan yang dilakukan oleh pengembang inti (bukan oleh komunitas). Investor juga mengharapkan kenaikan harga aset dari aksi pengembang melakukan pembakaran token sehingga token menjadi lebih langka.

Jika SEC memutuskan sebuah kripto masuk dalam kategori sekuritas, lembaga tersebut dapat menentukan apakah token dapat dijual atau tidak kepada investor AS. Pengembang di balik kripto juga harus melakukan registrasi demi mendapatkan lisensi dari SEC, dan tentunya memberikan laporan berkala.

Howey Test pertama kali diberlakukan untuk proyek kripto pada 2017. Ketika itu, pada 2016, anggota komunitas Ethereum mengumumkan dimulainya Decentralized Autonomous Organization (DAO), organisasi tata kelola jaringan. DAO melakukan initial coin offering (ICO), yang memungkinkan anggota komunitas untuk membeli token DAO dengan imbalan ETH.

Tim DAO berhasil mengumpulkan 12,7 juta ETH atau sekitar $150 juta saat itu. Namun, mereka diretas dengan kerugian 3,6 juta ETH atau senilai $70 juta hanya dalam beberapa jam. Insiden itu yang membuat blockchain Ethereum melakukan hard fork menjadi Ethereum dan Ethereum Classic.

Setahun setelahnya, SEC memutuskan bahwa penjualan token DAO dengan imbalan Ether (ETH) melanggar undang-undang sekuritas. Namun, saat itu SEC belum melakukan penindakan, hanya memberikan peringatan terhadap industri kripto.

Sejak itu, Howey Test membuat proses ICO, mekanisme pendanaan startup kripto, sulit dilakukan di AS. Pada 2018, Ketua SEC Jay Clayton mengatakan setiap kripto yang melakukan ICO akan diklasifikasikan sebagai sekuritas.

Klasifikasi Ethereum Diperdebatkan

Di tahun itu, Clayton juga menyatakan bahwa Bitcoin bukan sekuritas. “Mata uang kripto adalah pengganti mata uang negara, mengganti dolar, euro, yen, dengan bitcoin. Jenis mata uang ini bukan sekuritas,” ujarnya.

Bitcoin, yang tidak pernah mencari pendanaan publik untuk pengembangan teknologinya, dipastikan tidak memenuhi kriteria Howey Test. Bitcoin juga tidak dimiliki oleh entitas, melainkan dijaga jaringannya oleh para penambang yang tersebar di seluruh dunia.

Pernyataan tersebut disetujui oleh Ketua SEC saat ini, Gary Gensler. Gensler menegaskan bahwa semua kripto selain Bitcoin masuk ke dalam kategori sekuritas, yang artinya termasuk Ethereum.

Ethereum dianggap memenuhi semua kriteria Howey Test, salah satunya investor melakukan invetasi dalam bentuk uang. Ethereum juga diketahui mendapatkan pendanaan dari ICO yang dilakukan pada 22 Juli 2014 sampai 2 September 2014.

Sejak beralih dari mekanisme konsensus proof-of-work ke proof-of-stake, pemegang ETH bisa melakukan staking dan mendapatkan rewards. Dengan demikian, para pemegang ETH dianggap memiliki ekspektasi keuntungan, yang bergantung pada upaya pengembang.

Ethereum juga dianggap sebagai perusahaan umum karena dikendalikan oleh pengembang inti. Pengembang berfungsi sebagai pemegang kontrol pusat di jaringan Ethereum, terutama yang berkaitan dengan upgrade jaringan.

Meski SEC beberapa kali menyebut Ethereum adalah sekuritas, mayoritas komunitas tampaknya tak setuju. Pendiri Ethereum Vitalik Buterin juga menyatakan bahwa Ethereum bukan sekuritas karena cara kerjanya model PoS sebenarnya hampir sama dengan PoW, hanya saja penambang dalam PoW diganti dengan validator dalam PoS.