Sisi Bisnis Teknologi Blockchain Sudah Seharusnya Diajarkan di Perguruan Tinggi

Share :

Portalkripto.com — Dibandingkan negara-negara yang heavy regulated, negara seperti Indonesia memiliki peluang yang lebih besar dalam pengembangan industri blokchain dan kripto. Oleh sebab itu teknologi blockchain dalam konteks bisnis sudah seharusnya menjadi mata kuliah di perguruan tinggi. Diperlukan anak-anak muda kreatif dengan kecakapan teknologi untuk mewujudkannya.

Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Telkom University, Dr. Andry Alamsyah, mengatakan penggunaan teknologi blockchain pada ujungnya adalah untuk menghadirkan kemudahan. Andry yang mendalami social network, social computing, big data, blockchain, dan digital economy mengungkapkanya kepada portalkripto.com dalam wawancara beberapa waktu lalu.

Mengapa Anda membuat mata kuliah Teknologi Blockchain di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, apa urgensinya?

Kami melihat teknologi blockchain ini sebagai sesuatu hal yang patut diajarakan kepada mahasiswa. Ini sebenaranya sudah pernah berulang. Ketika 2014-2015 itu juga kami memasukan mata kuliah big data ke dalam FEB. Padahal sebenaranya big data itu kan teknikal. Tapi kami lihat konteks bisnisnya itu besar dan itu terbukti sekarang hampir semua ekonomi bisnis menggunakan big data.

Hal yang sama terjadi dengan teknologi blockchain. Kita masuk tahap awal. Kan teknologi blockchain itu ada untuk bisnis proses dan inovasi seperti industri kripto. Saya rasa belum ada di kampus lain dan kalau boleh saya klaim ini yang pertama di Indonesia. Kalau teknologi blockchainnya itu ada di fakultas teknik, tapi kalo di bisnis kami namakan Blockchain Technology dan Token Economy yang pada dasarnya adalah industri kripto yang didalamnya ada ruang kripto, aset kripto, metaverse, web3 dan lainnya.

Itu yang akan kita tunjukkan kepada mahasiswa dan teknologi ini kan berkembang terus. Mereka akan melakukan banyak riset dan kami juga panggil juga industri untuk membantu mengajari mereka. Pada akhirnya mereka akan mengerti Blockchain Technology dan Token Economy untuk inovasi digital bukan cuma dari saya tapi juga industri.

Apakah ini mendesak?

Kalau menurut saya ini wajib diajarkan. Memang ini bukan sebagai mata kuliah wajib tapi mata kuliah pilihan, cuma ada 2-3 kelas. Saat ini memang belum keliatan, tapi dalam lima sampai 10 tahun ini yang bergerak itu adalah ekonomi digital yang valuenya besar bukan ekonomi konvensional.

Dalam ekonomi konvensional kita beli baju atau sepatu itu karena kita butuh. Tapi kan penciptaan value seperti layanan itu belum ada. Misalnya Netflix berbasis token, Tokopedia berbasis token, atau mengkreasi token untuk bisnis, untuk artis, dan masih banyak hal.

Pada intinya perubahan paradigma ini sudah sejajar dengan perubahan pemikiran di tingkat industri, bahwa industri ini tidak lagi dikuasai oleh raksasa.

Saya excited dengan mata kuliah ini karena mulai dari awal. Jadi saya melihat, menganalisa, melakukan riset, dan membuat rancangan kuliahnya bekerja sama dengan industri, kemudian disampaikan kepada mahasiswa.

Kongkretnya seperti apa?

Untuk tahap awal ini ada 16 kali pertemuan per semester. Satu minggu pertemuan itu empat jam. Saya merancang lima sampai enam pertemuan di lab. Jadi misalnya empat jam, satu jamnya belajar di lab. Nanti diajarkan cara membuat smart contract, transaksi kripto, melakukan analisa terhadap platform blockchain, dan mint NFT.

Tapi kuliahnya mulai dari dasar-dasar blockchain, desentralisasi, DeFi, DAO, NFT, smart contract sampai detil, mata uang digital (CBDC), token ICO, jadi sangat beragam.

Ini diberikan di semester tingkat tiga atau semester enam, jadi mahasiswa diberikan mata kuliah pilihan. Jadi kalo tertarik dengan blockchain silakan mengambill.

Karena teknologi blockchain ini relatif baru, apakah regulasi pemerintah sudah mendukungnya?

Tidak masalah. Kalau kita belajar dari masa lalu, regulasi itu belakangan, yang pertama itu inovasi. Regulasi itu sifatnya seperti itu, jadi tumbuh besar dulu. Itu tidak salah. Maksud saya, pemerintah benar juga, jadi mereka tidak menghabiskan banyak resources untuk industri yang belum besar. Sekarang ini kan teknologi blockchain seperti hutan rimba, banyak yang liar, banyak masyarakat yang tertipu karena tidak mengerti. Meski sekarang sudah lebih baik dengan adanya OJK dan Bappebti yang membatu literasi.

Problem kita adalah bagaimana membuat mahasiswa kreatif. Mereka kreatif, mengerti cara kerja industri ini, bagaimana cara membuat inovasi, membuat layanan, dan bersaing dengan negara lain. Regulasi mah urusan nanti.

Secara teknologi, blockchain ini tidak mahal dibandingkan dengan Artificial intelligence (AI). AI ini mahal sekali karena harus ada mesin, big data luar biasa. Sedangkan blockchain itu tinggal bagaimana kita kreatif. Itu yang kita latih bagaimana mahasiswa itu bisa berkreasi.

Dibandingkan dengan negara lain, apakah Indonesia tertinggal?

Tidak. Tertinggal dalam konteks apa? Kalo masyarakatnya tidak mengerti itu tidak masalah. Tapi yang membuat inovasi itu mengerti tidak. Jangan sampai anak-anak muda ini tidak mengerti kripto karena kan mereka yang akan membuat. Kalo publik atau pasar, tidak mengerti juga tidak apa-apa. Misalnya AI, kalau nonton Netflix sudah diberikan harus nonton apa. Atau tokopedia memberikan rekomendasi harus beli apa. Mereka memberikan kemudahan dan pada intinya memang semua ini adalah untuk kemudahan.

Kalau dari sisi pelaku industrinya seperti apa?

Blockchain itu kan banyak. Untuk kripto industri, justru negara-negara berkembang seperti Indonesia, India, Vietnam, Singapura itu lebih gila dibandingkan dengan negara lain yang heavy regulated. Jadi secara teknologi itu tidak masalah, cuma problemnya itu kita tidak tahu mau bikin apa.

Pertanyaan terakhir, tantangan terberat dalam pengembangan teknologi blockchain apa?

Jadi menurut saya, tidak semua orang harus tahu teknologi blockchain atau kripto. Investor besar itu tidak peduli ini kripto atau saham, yang mereka pikirkan adalah bagaimana return-nya bisa besar. Tapi kalau ada pertanyaan “saya harus bikin apa?” nah ini baru entrepreneur. Hambatannya tidak semua entrepreneur itu paham soal industri ini. Kalaupun paham, ini menariknya, akan ada “perang industri” bersaing memberikan pelayanan terbaik. Itu bagus juga karena dengan persaingan maka industrinya akan mature. Jadi kita akan tahu, untuk Indonesia itu bentuk yang bagus itu seperti apa. Seperti sekarang dari sekian ecommerce itu hanya beberapa yang bertahan. Jadi kita membuat entreprenuer memiliki ide yang sama, bersaing dengan sehat, dan menjadi pemenang. Itulah yang akan men-define kripto seperti apa yang cocok untuk orang Indonesia. Jadi masih banyak yang bisa kita eksplorasi dari teknologi blockchain ini.