Portalkripto.com — Sebuah wallet yang diduga milik peretas exchange kripto yang telah bangkrut, Mt Gox, terpantau memindahkan 10.000 BTC, pada 24 November 2022. BTC itu berpindah untuk pertama kalinya setelah lebih dari 7 tahun.
CEO platform data analitik blockchain Cryptoquant Ki Young-ju menunjukkan adanya lonjakan spent output age bands (SOAB) untuk BTC yang berusia 7-10 tahun.
“Bukan kejutan bahwa (wallet) ini milik penjahat, seperti banyak pemegang Bitcoin lama lainnya. Ini adalah wallet exchange BTC-e yang berkaitan dengan peretasan Mt.Gox di 2014,” ujarnya.
Data on-chain spent output age bands (SOAB) untuk BTC yang berusia 7-10 tahun. (sumber: CryptoQuant)
Ia mengungkapkan, wallet peretas itu juga terpantau mengirim 65 BTC ke exchange kripto HitBTC hari ini. Young-ju telah meminta HitBTC untuk menghentikan aktivitas wallet dengan alamat 3FRE4BA9rJkiEBjNYhBwoWx5SgoaoUVZA2 tersebut.
Akun Crypto Sunmoon dalam sebuah tulisan yang diunggah di CryptoQuant mengatakan, 10.000 BTC dalam wallet itu tidak dipindahkan ke exchange dan belum diketahui tujuan dari pergerakannya. Baru 65 BTC saja yang terdeteksi dipindahkan ke exchange HitBTC.
Analis Portalkripto, Arli Fauzi, mengatakan, lonjakan SOAB biasanya akan memberikan sinyal bearish ke pasar. Berdasarkan data, katanya, harga BTC biasanya akan berangsur turun setelah lonjakan itu terjadi.
“Selling pressure (10.000 BTC) bisa terjadi kapan saja. Karena kemungkinan dari kriminal, jadi dijual di harga berapapun dia (peretas) tidak peduli,” ujar Arli.
Menurutnya, meski 10.000 BTC dari wallet itu tidak dipindahkan ke exchange, harga Bitcoin tetap belum aman. Info tracking yang tidak jelas juga dipastikan bisa memberikan sentimen negatif.
Wallet Berasal dari Exchange BTC-e yang Sudah Tutup
Chainalysis mengungkap fakta menarik di balik pergerakan 10.000 BTC ini. Wallet yang digunakan ternyata wallet dari exchange kripto asal Rusia, BTC-e.
Exchange ini telah resmi ditutup oleh otoritas Amerika Serikat (AS) pada 2017 karena diduga terlibat melakukan pencucian uang kripto dalam beberapa kasus peretasan. Salah satunya adalah peretasan bersejarah Mt Gox.
Menurut Chainalysis, pada 24 November 2022 ini, wallet tersebut telah mengirim hampir seluruh Bitcoin yang ada di dalamnya sebanyak 10.000 BTC senilai $165 juta atau sekitar Rp2,5 triliun ke beberapa wallet pribadi, ke exchange, dan ke layanan lainnya. Pergerakan ini merupakan yang terbesar dari BTC-e sejak 2018.
Saat ditutup pada 2017, wallet exchange BTC-e masih memegang Bitcoin dalam jumlah yang signifikan. Pada April 2018, BTC-e mengeluarkan 30.000 BTC dari layanan wallet-nya, yang $50 juta di antaranya masuk ke layanan over-the-counter (OTC) platform Suex yang sudah disanksi AS.
Sejak itu, e-BTC sudah beberapa kali memindahkan Bitcoin dalam jumlah kecil. Salah satunya pada Oktober 2021 saat lebih dari 100 BTC ditransfer ke wallet pribadi dan dicairkan ke exchange yang terdaftar di Rusia dan negara-negara Eropa timur.
Meski hari ini BTC-e melakukan pemindahan Bitcoin dalam jumlah besar dari walletnya, tetapi exchange tersebut ternyata sudah ‘menyicil’ pemindahan Bitcoin sejak sebulan lalu. Pada 26 Oktober 2022, BTC-e dan WEX (exchange penerus BTC-e), mengirim Bitcoin dalam jumlah kecil ke Webmoney, layanan pembayaran elektronik Rusia yang mendukung pembayaran kripto.
Kemudian pada 11 November 2022, BTC-e juga melakukan transaksi percobaan dari walletnya sebelum mentransfer sekitar 100 BTC ke exchange pada 21 November.
Pergerakan Bitcoin dari BTC-e. (sumber: Chainalysis)
Setelah melakukan serangkaian pergerakan, sebanyak 9.950 BTC masih berada di dalam wallet BTC-e. Sementara dana yang sudah dikeluarkan, dilaporkan dipindahkan ke empat alamat wallet di dua exchange besar.
Peretasan Mt Gox
Mt. Gox yang diluncurkan pada 2010, merupakan exchange Bitcoin yang berbasis di Tokyo, Jepang. Platform yang pernah menjadi exchange terbesar di dunia ini menangani lebih dari 70% volume perdagangan Bitcoin secara global.
Namun, platform pertukaran aset kripto yang berbasis di Tokyo ini tidak memiliki sistem keamanan yang kuat. Platform tersebut terpaksa tutup pada 2014 setelah mengalami peretasan besar pada 2011.
Insiden itu membuat Mt. Gox harus kehilangan 850.000 Bitcoin milik 24.000 pelanggannya. Peretasan Mt. Gox tercatat dalam sejarah sebagai salah satu peretasan platform kripto terbesar yang bahkan bisa mengguncang pasar.
Sejak saat itu, mantan penggunanya terus menuntut pengembalian dana mereka yang hilang dengan melakukan pertempuran yang berlarut-larut di meja hijau.
Rencana untuk merehabilitasi exchange Mt. Gox (yang sudah tidak berfungsi), juga ditunda berkali-kali. Bahkan mantan CEO Mt. Gox Mark Karpeles didakwa karena dugaan penipuan dan kelalaian.