Dapatkan NFT artwork pada ilustrasi artikel ini di opensea.io (Clik Here)
Penulis: Iqbal Lazuardi S
Aset kripto (cryptocurrency) adalah salah satu penemuan penting dalam sejarah teknologi dan peradaban manusia modern. Dengan perkembangan ekosistem cryptocurrency yang semakin berkembang, bukan hal yang mustahil aset ini bisa menjadi instrumen alat tukar atau lindung nilai di masa mendatang.
Usia aset kripto masih terbilang sangat muda. Baru sekitar satu dekade sejak Satoshi Nakamoto memperkenalkan Bitcoin melalui buku putihnya (whitepaper) pada 31 Oktober 2008.
Meksi baru berusia tidak lebih dari 10 tahun, aset kripto kini telah menjadi salah satu alternatif investasi yang banyak diburu. Trader dan investor di belahan bumi ini sudah melirik aset kripto sebagai instrumen investasi mereka. Bukan hanya perorangan atau ritel, tapi sejumlah perusahaan besar, bahkan sejumlah negara pun mulai tertarik dan masuk dalam lingkaran ekosistem crypto.
Kendati votalitasnya sangat tinggi, namun justru aset ini malah semakin digandrungi. Di Indonesia, jumlah trader aset kripto setiap tahun mengalami peningkatan.
Di platform Indodax saja, jumlah trader yang tercatat memiliki akun jual-beli berjumlah 3,8 juta (per tanggal 27 Juni 2021). Padahal di tahun 2020, user yang terdaftar di Indodax belum sampai 2 juta orang. Ini membuktikan, setiap bulannya banyak orang yang terdorong untuk mengenal aset crypto lebih dekat lagi.
Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, jumlah investor aset kripto di Indonesia telah menembus 6,5 juta orang. Padahal di akhir 2020 jumlah investor lokal hanya menyentuh angka 4 juta orang. Angka ini pun lebih besar dibandingkan dengan investor pasar saham di Indonesia.
LIHAT JUGA: Kepala SEC AS Gary Gensler: “Inovasi Satoshi Nakamoto Itu Nyata”
Berdasarkan data Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), jumlah single investor identification (SID) pasar modal hanya mencapai 5.088.093 orang pada April 2021.
Bukan hanya di Indonesia, di negara lain antusias cryptocurrency pun jauh lebih besar. Di Korea Selatan, volume perdagangan aset kripto pernah dalam sehari hampir mengalahkan total volume pasar saham.
Tapi, apakah cryptocurrency hanya sebatas instrumen investasi semata? Bagaimana masa depannya? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, kita harus menelisik terlebih dahulu akar dari instrumen ini. Bila berbicara akar cryptocurrency tak bisa dilepaskan dengan aset yang bernama Bitcoin.
Bitcoin adalah Sebuah Kritik!
Satoshi Nakamoto—seorang anonimus—adalah pihak yang paling berjasa dalam perkembangan aset kripto saat ini. Ia menciptakan cryptocurrency pertama di dunia, yang dinamai Bitcoin.
Dalam white paper atau proposal Bitcoin yang Satoshi susun, Bitcoin dikenalkan sebagai sebuah sistem dan pola transaksi keuangan yang dinilai akan lebih efektif dan inklusif dibandingkan sistem keuangan saat ini.
Dengan menggunakan cara kerja sistem peer-to-peer dan rantai proof-of-work dalam sebuah rantai jaringan blockchain, Satoshi yakin Bitcoin akan menjadi solusi alternatif bagi permasalahan keuangan global saat ini.
Pada prinsipnya, cryptocurrency yang diharapkan Satoshi adalah bisa diadopsi sebagai instrumen untuk menggerakan sistem keuangan dunia. Ia mempresentasikan Bitcoin sebagai jaringan keuangan yang menggunakan teknologi blockchain, untuk menggantikan sistem keuangan yang ia nilai penuh dengan intrik dan bersifat monopolistik.
Karena menurutnya, dengan teknologi blockchain dan sistem kriptografi, jenis transaksi keuangan yang digunakan dalam Bitcoin bisa berjalan secara inklusif dan transparan.
Maka dari itu, tak berlebihan jika Bitcoin kita posisikan sebagai antitesis dari permasalahan yang paling mendasar: sistem keuangan. Kita tahu bahwa sistem keuangan saat ini sangat bergantung pada sistem perbankan yang menginduk pada bank sentral.
Bank sentral memiliki otoritas untuk melakukan pencetakan uang atau penambahan suplai fiat pada otoritas perbankan. Pencetakan yang hanya didasari oleh kebijakan dengan latar belakang politik dan ekonomi ini dinilai telah menciptakan masalah yang berkaitan dengan pemerataan kesejahteraan manusia.
Karena, kebijakan sistem tersebut lebih dekat pada memberi keuntungan pada perusahaan-perusahaan besar dan industri perbankan. Namun, belum tentu dampak positifnya menetes ke bawah.
Bahkan, masyarakat yang menggunakan uang akan terus terancam dengan bunga bank yang akan semakin tinggi dan biaya hidup yang semakin melambung.
Mengapa demikian? Karena, semakin banyak uang yang beredar di masyarakat akibat pencetakan uang atau penambahan suplai akan membuat peredarannya semakin banyak dan ini akan menjatuhkan nilai mata uang itu sendiri.
LIHAT JUGA: Gerakan Anti-Bitcoin di El Salvador Meningkat
Tentu, masih banyak lagi masalah yang fundamental terkait sistem keuangan saat ini. Terutama di negara-negara berkembang, seperti di Afrika dan Amerika Latin. Di dua wilayah tersebut, jangan heran apabila masih banyak masyarakat yang tidak memiliki akses ke perbankan.
Di negara El Salvador hampir 70% masyarakatnya tidak memiliki akses pada perbankan. Bayangkan, di negara-ngara seperti Zimbabwe, Ghana, dan lainnya. Ini membuktikan bahwa sistem keuangan yang kini kita adopsi masih sangat eksklusif.
Setelah krisis 2008 Amerika Serikat memang mempromosikan sebuah sistem keuangan yang inklusif. AS mendorong negara-negara berkembang khususnya untuk menerapkan sistem yang membuat masyarakat bisa lebih banyak lagi dalam mengakses perbankan.
Meski terkesan solutif, tapi pada kenyataannya tidak berjalan dengan efektif. Hingga saat ini sistem perbankan sangat tidak ramah dengan masyarakat yang berpenghasilan rendah.
Tentu kita tahu, fasilitas perbankan yang paling dibutuhkan masyarakat adalah kredit. Tapi, sayangnya hal yang paling dibutuhkan itu masih belum bisa dirasakan manfaatnya secara merata.
Masyarakat berpenghasilan rendah masih sulit untuk mengakses perkreditan untuk membeli properti atau pinjaman usaha. Di sinilah permasalahannya, akses kredit masih bersifat eksklusif dan hanya menguntungkan orang yang berpenghasilan besar saja.
Karena dengan sistem perbankan saat ini masyarakat berpenghasilan rendah selain masih sulit untuk mengakses kredit, di satu sisi ia pun sulit untuk menabung dan investasi karena biaya hidup semakin hari semakin tinggi. Sedangkan, penghasilan mereka masih tetap segitu-gitu aja.
Di sini lah konsep Bitcoin hadir. Dalam sebuah milis paling bersejarah di dunia kripto, Satoshi menulis sebuah thread berjudul Bitcoin Open Source Implementation of P2P Currency, pada Februari 2009. Dalam thread tersebut Satoshi ingin menjawab permasalah perbankan yang selama ini terjadi.
Ia menggugat sistem perbankan yang tidak memiliki instrumen untuk menjaga uang yang disimpan benar-benar aman. Bila kita menilik sejarah mata uang fiat dan perbankan dipenuhi oleh kecurangan yang justru mengakibatkan kerugian bagi banyak orang.
Krisis tahun 2008 adalah salah satu malkebijakan atau bahkan perilaku koruptif yang dilakukan industri perbankan di AS. Maka Satoshi mengatakan: “The central bank must be trusted not to debase the currency, but the history of fiat currencies is full of breaches of that trust.”
Maka dari itu untuk menjawab bagaimana masa depan cryptocurrency, jawabannya ada pada sistem desentralisasi yang memungkinkan setiap orang memiliki kesempatan yang sama dalam melindungi nilai aset mereka dari ancaman inflasi.
Masa depan cryptocurrency saya kira akan dimulai sejak saat ini juga. Meski kita tidak akan pernah tahu apa yang bakal terjadi dalam kurun 5-10 tahun mendatang. Namun, perlu kita sadari, fenomena ini mirip dengan awal kemunculan internet 30 tahun yang lalu. Internet baru benar-benar terasa manfaat dan kegunaannya setelah berjalan selama 30 tahun.
Cryptocurrency for all!
Artikel ini tidak berisi nasihat atau rekomendasi investasi. Setiap investasi dan keputusan untuk melaukan perdagangan aset kripto masih memiliki risiko. Dan, pembaca harus melakukan penelitian sendiri saat membuat keputusan.
Bagi yang memilki pandangan yang relevan terkait dunia cryprocurrency, blockchain beserta ekosistemnya, redaksi portalkripto menerima artikel opini dari pembaca. Silahkan kirim ke portalkripto@gmail.com.