Portalkripto.com — Para elite Silicon Valley sedang jatuh dalam tren Stoikisme, filosofi hidup yang mengajarkan untuk menghindari stres dan fokus pada ketenangan batin. Meski tampak sederhana, pandangan hidup ini mendorong kebiasaan-kebiasaan yang tak lazim dan sedikit ‘menyakitkan’, seperti meditasi dalam waktu lama hingga tak makan berhari-hari.
Jack Dorsey mungkin menjadi salah satu yang paling taat. Filosofi Yunani kuno ini telah mengubah gaya hidup eks CEO Twitter itu menjadi lebih ekstrem dalam beberapa tahun terakhir.
Ada kebiasaan-kebiasaan di luar nalar yang dilakukannya hampir setiap hari, misalnya, mengubah suhu tubuh dengan drastis untuk membuang racun. Ia akan duduk di sauna yang panas selama 15 menit dan kemudian pindah ke kolam es selama tiga menit setiap pagi. Proses ini diulang selama tiga kali.
Meditasi juga menjadi bagian dari Stoikisme karena diklaim ampuh menjaga kesehatan mental. Namun, lagi-lagi Dorsey memilih melakukannya dengan ekstrem. Saat berulangtahun pada 2018, ia menghadiahi dirinya sendiri dengan meditasi 10 hari di Dhamma Mahima, Pyin Oo Lwin, Myanmar.
Di tahun itu, ia juga membuat pengakuan mengejutkan terkait pola makannya sehari-hari. Dorsey mengaku melakukan puasa intermitten dengan hanya makan satu kali setiap hari antara pukul 18.30-21.00 malam. Menurut testimoninya, ada perubahan signifikan setelah kebiasaan ini dilakukan. Siang hari menjadi lebih fokus, malam hari tidur menjadi lebih nyenyak.
Pola makannya di akhir pekan semakin membuat banyak orang menggeleng-gelengkan kepala. Ia akan puasa makan sepenuhnya sejak Jumat malam dan baru ‘buka puasa’ pada Minggu malam. Sepanjang itu, Dorsey hanya akan minum air putih. Pendiriannya cukup teguh, padahal tak semua orang bisa menahan lapar dalam waktu yang lama.
Dalam Podcast Greenfield Fitness: Diet, Fat Loss, dan Performance pada 2019 lalu, ia mengaku sempat berhalusinasi saat pertama kali melakukan puasa ekstrem. Namun, Dorsey mantap mengatakan Stoikisme membantunya menjaga ‘kewarasan’ dalam mengurus dua perusahaan, Twitter dan Square.
Janggut yang dibiarkan tumbuh lebat mungkin membuat penampilannya lebih tua, tetapi ia percaya diri jiwanya lebih muda dan mentalnya lebih sehat.
Jauh sebelum membangun gaya hidup stoic, Dorsey bagai hidup di dunia lain. Pria kelahiran 19 November 1976 di St.Louis, Missouri, AS, ini pernah menghabiskan masa remajanya dengan menonton konser-konser band punk ‘bawah tanah’. Flipper menjadi band kesukaannya saat itu.
Penampilannya bukan klimis ala CEO, bukan pula botak berjanggut seperti sekarang. Dorsey muda memilih potongan rambut spike dengan bleaching warna biru. Tato menghiasi tangannya, anting jepit menggantung di telinganya.
Kepada Rolling Stone pada Januari 2019, Dorsey juga mengaku dikelilingi oleh teman-teman masa kecil yang memiliki keingintahuan yang kuat akan peretasan (hacking) sepertinya. Baginya, punk dan hacking memiliki sebuah kesamaan, sama-sama mempertanyakan sebuah sistem dan ingin mengubahnya menjadi lebih baik.
“Saya masih punk,” tegas Dorsey.
Drop Out dari Dua Universitas
Ketertarikan Dorsey terhadap komputer dan programming difasilitasi oleh klub komputer di Bishop DuBourg High School. Di usianya yang ke 15, ia bahkan sudah membuat software dispatch yang menyediakan fitur komunikasi real-time bagi para sopir taksi. Software tersebut masih digunakan sejumlah perusahaan taksi hingga saat ini.
Dorsey melanjutkan studi di Missouri University of Science and Technology pada 1995. Namun, ia hanya bertahan dua tahun sebelum akhirnya pindah ke New York University pada 1997.
Bagai terkena ‘kutukan’ pesohor teknologi seperti Bill Gates, Steve Jobs, dan Mark Zuckerberg, Dorsey harus menerima nasib drop out dari kampusnya tanpa sempat mendapatkan gelar. Padahal tinggal tersisa satu semester lagi baginya untuk lulus.
Kegagalan ini membawanya pindah ke Oakland, California, pada 2000, untuk memulai start-up teknologinya sendiri, namun kembali gagal. Tak lama, ia meretas sistem keamanan perusahaan Dispatch Management Services Corp dan muncul sebagai white hacker sebelum akhirnya dipekerjakan oleh perusahaan tersebut.
Setelah bekerja selama beberapa tahun, Dorsey kembali menganggur. “Saya bagaikan sebuah kegagalan,” kata Dorsey kepada The New Yorker.
Dalam titik terendah hidupnya ini, ia mencari pelarian dengan menjadi pemijat terapi. Tak main-main, ia berhasil menjadi terapis bersertifikasi pada 2002.
Dorsey juga menjajal dunia desainer setelah jatuh hati pada busana berbahan jeans rancangan Scott Morrison, pendiri Paper Denin & Cloth. Bahkan setelah mendirikan Twitter, Dorsey masih rajin mengikuti kelas fashion design di Apparel Arts, dekat dengan kantornya di San Francisco.
“Saya akan mundur dari teknologi dan menjadi desainer,” ujar Dorsey kepada Nick Bilton yang ditulis dalam buku “Hatching Twitter: A True Story of Money, Power, Friendship, and Betrayal” rilisan 2013.
Namun, tampaknya gertakan itu tak serius. Selama bertahun-tahun berkantor di Twitter, Dorsey selalu pulang tepat pukul 18.00 untuk menghadiri kelas desain busana, yoga, dan menggambar. Beberapa karyawannya di Twitter mengatakan, Dorsey akan kembali lagi ke kantor pada tengah malam untuk menyelesaikan pekerjaan yang tertunda.

Mengemas Mimpi dalam Twitter
Tentu tak ada yang bisa membayangkan Dorsey menjadi seorang terapis atau desainer pakaian. Di tengah keputusasaannya, anak dari pasangan Marcia Smith dan Tim Dorsey ini masih menyimpan mimpi untuk mengembangkan ide platform komunikasi yang bisa digunakan untuk update status secara real-time.
Pijakan pertamanya dimulai saat ia diterima bekerja di perusahaan podcasting Odeo. Ide-ide brilian Dorsey terkait platform perpesanan instan dengan cepat memikat pendiri Odeo, Evan Williams dan Noah Glass, serta eksekutif Odeo, Biz Stone.
Saat Odeo gulung tikar pada 2006, keempatnya mendirikan Obvious Corporation yang kemudian berganti nama menjadi Twitter. Domain twitter.com secara resmi dibeli seharga $7.000 dan desainnya selesai hanya dalam waktu dua pekan.
Twitter menjadi sebuah situs layanan microblogging yang memungkinkan penggunanya menulis pesan publik dengan maksimal 140 karakter. Pesan tersebut dikenal dengan nama ‘tweet’ dan Dorsey menjadi orang pertama yang menulisnya pada 22 Maret 2006.
just setting up my twttr
— jack (@jack) March 21, 2006
Jack Dorsey mulai mengganti kaos-kaos usangnya dengan jas setelah resmi menyandang status sebagai CEO Twitter di usia 30. Twitter dengan cepat meraup popularitas dengan 20.000 tweet per hari di bulan pertama.
Pada 2010 saja, platform ini sudah memiliki 105 juta pengguna yang memproduksi 55 juta tweet per hari. Tidak hanya dipakai pengguna untuk berinteraksi, Twitter juga telah menarik perhatian industri untuk beriklan dan menggaet konsumen. Acara TV dan selebtweet ramai-ramai mempromosikan tanda pagar (hashtag) untuk membuatnya masuk dalam daftar ‘trending topic’.
Twitter berubah menjadi media sosial ter-update terhadap isu-isu viral, dengan 500 juta tweet setiap harinya. Saat semua orang diberi ruang berbicara melalui tweet, mulai muncul ujaran kebencian, spam bot, hingga buzzer. Twitter menerima banyak kritik terkait hal ini.
Nama Dorsey resmi masuk ke dalam Indeks Miliarder Bloomberg saat Twitter mulai melantai di bursa dan membuka initial public offering (IPO) di bawah ticker TWTR, pada 7 Desember 2013. Kekayaannya sebagai salah satu pendiri platform sosial media itu melesat hingga jutaan dolar hanya beberapa jam setelah IPO.
Meski demikian, karier Dorsey di Silicon Valley tidak mulus. Entah berapa kali Dorsey harus menghadapi techlash yang melanda perusahaan-perusahaan media sosial dan memaksanya untuk bersaksi di depan Kongres AS.
Ia harus menanggalkan status CEO pada 2008, tetapi tetap berada di jajaran dewan direksi Twitter. Pada 2009, ia mendirikan Square, perusahaan layanan pembayaran mobile yang menawarkan perangkat dan software untuk memfasilitasi transaksi kartu kredit.
Square awalnya hanya tersedia di Amerika Utara, tetapi diperluas ke pasar luar negeri pada 2013. Tahun itu Dorsey juga menjadi anggota dewan direksi perusahaan entertainment Walt Disney Co.
Dia kembali menjadi CEO Twitter sambil tetap menjadi CEO Square, pada Oktober 2015. Di masa-masa ini, Dorsey mulai melakukan Stoikisme yang membuatnya memilih untuk menikmati San Francisco dengan berjalan kaki dari rumah ke kantornya selama 1 jam 15 menit, setiap hari.
Pada 29 November 2021, untuk kedua kalinya, Dorsey memutuskan untuk mundur dari jabatan CEO Twitter dan menyatakan akan fokus pada Square, yang telah berganti nama menjadi Block. Ia juga resmi mundur dari dewan direksi Twitter pada Mei 2022, tepat setelah miliarder Elon Musk memberikan penawaran untuk mengakuisisi platform tersebut.
Saat Musk mengambil alih Twitter pada Oktober 2022 dan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal hampir 50% pegawai, Dorsey mengeluarkan pesan menyentuh kepada seluruh karyawan Twitter. Ia meminta maaf karena telah mengembangkan perusahaan terlalu cepat dan menyatakan ikut bertanggungjawab atas PHK yang terjadi.
Folks at Twitter past and present are strong and resilient. They will always find a way no matter how difficult the moment. I realize many are angry with me. I own the responsibility for why everyone is in this situation: I grew the company size too quickly. I apologize for that.
— jack (@jack) November 5, 2022
Selama menjadi CEO, Dorsey bisa dibilang sangat dicintai para pegawainya karena bisa membuat mereka merasa sangat dihargai. Ia pernah menawarkan saham senilai $200 juta kepada karyawan setelah Twitter melakukan PHK pada 2015.
Di awal pandemi, Dorsey juga membiarkan karyawannya untuk banyak berlibur untuk memulihkan mental mereka. Pernah juga suatu hari ia memergoki seorang pegawai yang sedang tidur siang di kantor. Alih-alih memarahi, Dorsey justru meminta karyawan itu untuk kembali tidur.
‘Pemimpin Spiritual’ Bitcoin
Pekerja-pekerjanya sering bergurau bahwa Twitter adalah satu-satunya ‘anak kesayangan’ Jack Dorsey, meski pria berjanggut itu telah mendirikan perusahaan lain. Namun, gurauan mereka keliru. Setelah Dorsey meninggalkan Twitter, semua orang menyadari bahwa ‘anak kesayangan’ Dorsey yang sebenarnya adalah Bitcoin.
Bitcoin lebih banyak dibicarakan Dorsey dari apapun dalam dua tahun terakhir. Ia bahkan mengangkat dirinya sendiri sebagai ‘pemimpin spiritual’ tak resmi Bitcoin.
“Bitcoin benar-benar mengubah segalanya. Saya tidak berpikir ada hal yang lebih penting dalam hidup saya untuk dikerjakan,” ujarnya kepada Forbes.
Kekaguman Dorsey terhadap sang ‘anak kesayangan’ bermula saat ia melakukan perjalanan selama sebulan ke Afrika pada November 2019. Di Ethiopia, Ghana, Nigeria, dan Afrika Selatan ia banyak bertemu pengusaha lokal yang sedang merintis perusahaan berbasis Bitcoin. Sejak itu ia yakin Bitcoin dapat mengubah sistem keuangan di benua tersebut.
Dorsey berjanji untuk tinggal selama tiga hingga enam bulan di Afrika pada 2020, demi melihat Bitcoin tumbuh di tempat itu. Namun, pandemi dan guncangan-guncangan di tubuh Twitter terpaksa membatalkan rencananya.
Sad to be leaving the continent…for now. Africa will define the future (especially the bitcoin one!). Not sure where yet, but I’ll be living here for 3-6 months mid 2020. Grateful I was able to experience a small part. 🌍 pic.twitter.com/9VqgbhCXWd
— jack (@jack) November 27, 2019
Sebenarnya kriptografi telah menarik perhatiannya sejak remaja, ketika ia masuk dalam grup chat Usenet bernama alt.cypherpunks. Dorsey juga membaca seluruh whitepaper Bitcoin sesaat setelah dirilis pada 2008 oleh Satoshi Nakamoto.
Ia tak melihat Bitcoin hanya sebagai mata uang atau aset lindung nilai, tetapi juga sebagai reformasi sistem keuangan. Menurutnya, Bitcoin bisa menggantikan bank tradisional, membawa peluang ekonomi bagi pengusaha di negara berkembang, hingga memberi insentif investasi dalam energi terbarukan.
“Kita melihat peluang untuk mengganti seluruh fondasi,” katanya dalam konferensi B Word pada Juli 2021.
Antusiasme Dorsey berimplikasi terhadap perusahaannya, Block. Bitcoin dilibatkan hampir ke setiap unit bisnisnya. Divisi TBD, misalnya, bertugas untuk mengembangkan teknologi yang bisa mengubah dolar menjadi Bitcoin.
Block juga sedang mengerjakan proyek chip penambangan Bitcoin dan membuat hardware wallet sehingga orang-orang dapat menyimpan Bitcoin mereka dengan aman secara offline. Perusahaan tersebut bahkan bekerja sama dengan Tesla untuk mendirikan tambang Bitcoin bertenaga panel surya di Texas.
Berkat Block juga, orang-orang bisa membeli Bitcoin lewat ponsel mereka dengan layanan Cash App. Bahkan Block telah menambahkan Bitcoin senilai $220 juta ke dalam neraca keuangannya. Dorsey percaya pada akhirnya kripto akan digunakan secara luas sehingga Block terus menggali ceruk di industri ini.
Tak ada dalam sejarah Dorsey menggelontorkan uangnya untuk berinvestasi di proyek web3. Padahal beberapa rekannya seperti Andreessen Horowitz telah menjadi investor terbesar di dunia kripto.
Dorsey berpendapat bahwa Bitcoin adalah satu-satunya kripto yang benar-benar dibutuhkan. Ia tak percaya pada Web3 yang menggunakan teknologi blockchain untuk mengembangkan decentralized finance (DeFi). Menurutnya web3 hanyalah alat bagi korporat untuk mengambil kendali atas kripto dan menghancurkannya.
Dalam argot kripto, Dorsey telah mengukuhkan posisinya sebagai seorang Bitcoin Maximalist.