Portalkripto.com — Sejumlah ekonom menjagokan kenaikan tingkat suku bunga acuan bank sentral Amerika Serikat (AS) alias The Fed ada di kisaran 25 basis poin (bps). Pengumuman kenaikan suku bunga akan dilakukan setelah Federal Open Market Committee (FOMC) pada 21-22 Maret 2023.
Chief U.S. Economist J.P. Morgan, Michael Feroli meyakini tingkat kenaikan suku bunga yang ditetapkan The Fed bakal mentok di 25 bps. Angka estimasi tersebut sesuai dengan perkiraan mereka sebelumnya.
“Kami terus melihat kenaikan 25 basis poin pada pertemuan pekan depan,” kata Feroli, dikutip dari Fortune. Feroli juga mengatakan kenaikan suku bunga 50 bps merupakan langkah keliru, bahkan wacana itu sudah dinilai tidak tepat sebelum sektor perbankan AS diterpa krisis.
“Bahkan sebelum masalah berkobar di sektor perbankan, kami pikir langkah 50 basis poin akan keliru, dan kami masih berpikir demikian,” katanya.
Sebelumnya, pada pekan lalu, muncul wacana The Fed bakal menaikkan suku bunga acuan 50 bps. Kemungkinan 50 bps mencuat setelah bos The Fed, Jerome Powell mengisyaratkan kenaikan suku bunga Maret berpotensi lebih besar dari perkiraan.
“Data ekonomi terbaru tiba lebih kuat dari yang diharapkan, yang menunjukkan bahwa tingkat suku bunga akhir kemungkinan akan lebih tinggi dari yang telah diantisipasi sebelumnya,” kata Powell saat berpidato di hadapan Kongres AS.
Data FedWatch Tool yang sebelumnya memperlihatkan kecenderungan suku bunga naik 50 bps pekan lalu, mulai mengoreksi berbalik arah. Kini prediksi FedWatch Tool tentang tingkat kenaikan suku bunga yang akan diumumkan pada FOMC kuat di angka 25 basis poin.
Level probabilitas kenaikan 25 bps ini mencapai 83,4% per 15 Maret. Tingkat kenaikan suku bunga ini lebih rendah ketimbang data pekan lalu yang memproyeksi kenaikan suku bunga dominan di angka 50 bps.

Prioritas Utama
Saga krisis perbankan yang menyeret dua perbankan besar, Silicon Valley Bank (SVB) dan Signature Bank membuat rencana The Fed berantakan. Mereka yang semula ingin mengerek suku bunga demi menekan inflasi, kini dihadapkan dengan ancaman krisis struktural bila memaksakan kenaikan suku bunga tinggi.
Kenaikan suku bunga yang tajam akan memberatkan bagi perbankan dalam beberapa hal. Bank akan kesulitan mencari debitur anyar lantaran riba yang ditetapkan kelewat tinggi. Selain itu, mereka harus membayar bunga simpanan nasabah yang jumlahnya terus naik.
Di sisi lain, bank juga akan kewalahan membayar bunga kredit pinjaman mereka kepada pihak lain. Harga obligasi yang menjadi produk investasi favorit bank juga akan turun bila suku bunga naik lantaran investor bakal cenderung untuk memilih menyimpan uang mereka di bank lantaran tingkat bunga lebih tinggi.
Goldman Sachs juga telah merevisi proyeksi mereka dengan memperkirakan tidak ada kenaikan suku bunga pada Maret. Sebelumnya, bank raksasa ini memprediksi tingkat kenaikan suku bunga sebesar 25 bps.
“Dengan tekanan dalam sistem perbankan, kami tidak lagi mengharapkan FOMC untuk memberikan kenaikan suku bunga pada pertemuan berikutnya pada 22 Maret,” kata ekonom Goldman Sachs, Jan Hatzius.
Profesor Ekonomi sekaligus Kepala Departemen Akuntansi, Keuangan dan Ekonomi di Universitas Griffith, Fabrizio Carmignani, memperingatkan The Fed akan bahaya kenaikan suku bunga tajam yang dapat memperparah krisis.
“Kenaikan suku bunga mungkin akan memperburuk krisis perbankan, atau setidaknya potensi krisis perbankan yang dapat dipicu oleh peristiwa yang terjadi dengan SVB,” kata Carmignani dikutip dari Sputnik.
Dia memahami agenda perang melawan inflasi yang tak kalah pentingnya dan telah menjadi agenda utama The Fed. Namun saat ini, prioritas utamanya adalah memperbaiki fondasi sistem finansial yang bisa ambles bila krisis perbankan terus berlanjut.
“Jadi menurut saya meskipun memerangi inflasi adalah prioritas, saat ini ada prioritas lain, untuk memastikan stabilitas dalam sistem keuangan,” katanya.
Laju Inflasi Melambat
Inflasi AS sendiri terus menunjukkan tren penurunan setelah mencapai level tertingginya dalam 41 tahun terakhir di 9,1% pada Juni 2022. Consumer Price Index (CPI) Amerika Serikat (AS) yang dilaporkan Departemen Tenaga Kerja AS mencatat CPI AS mencapai 6% secara year-on-year (YoY) pada Februari 2023. Secara bulanan, CPI Februari mengalami kenaikan 0,4%.
Data CPI ini menjadi indikator pokok angka inflasi. Walau sudah turun, angka 6% ini masih jauh dari target inflasi The Fed di bawah 2%. Ekonom senior Wells Fargo, Michael Pugliese menilai angka CPI ini dinilai tidak akan terlalu dipertimbangkan dalam FOMC kenaikan suku bunga Maret meskipun data inflasi masih terbilang cukup panas.
“Saya tidak berpikir CPI akan menjadi penentu apakah Fed menaikkan [suku bunga] pada bulan Maret atau tidak,” kata Pugliese dikutip dari NPR. “Saya pikir itu akan lebih ditentukan oleh bagaimana stabilitas pasar keuangan dan sistem keuangan.”