Non Fungible Token (NFT) menjadi salah satu sektor dari ekosistem blockchain yang mendapat perhatian sangat luar biasa selama dua tahun terakhir. Puncaknya, di tahun 2021 NFT menjadi salah satu sektor yang paling menguntungkan dengan volume perdagangan lebih dari $ 23 miliar sepanjang tahun.
Tahun ini pun geliat NFT diperkirakan akan semakin booming menyusul semakin pesatnya pertumbuhan komunitas dan proyek-proyek yang lahir. Di Indonesia saja, NFT telah menjadi perbincangan yang menarik perhatian, setelah munculnya “the phenomenon” Gozali Everyday, popularitas token yang tak bisa dipertukarkan ini semakin meningkat.
Seperti kita ketahui, NFT bergerak pada sebuah teknologi bernama blockchain. Teknologi ini lah yang membuat NFT menjadi sebuah aset yang sangat bernilai. Tapi dari jutaan kreator NFT yang menjual aset atau karyanya ini berjalan di atas jaringan blockchain yang berbeda-beda.
Di artikel ini, kami ingin mengulas tentang jaringan atau blockchain mana saja yang paling “sibuk” melayani supply and demand NFT. Selain itu, kami akan membahas apa saja kelebihan dan kekurangan dari masing-masing jaringan/blockchain.
LIHAT JUGA: Industri Musik Semakin Dekat dengan NFT, Apa Saja Proyeknya?
Ethereum
Ethereum sebagai blockchain yang menjadi pelopor aplikasi terdesentralisasi atau Dapps masih menjadi jaringan yang paling populer di kalangan kreator maupun kolektor NFT saat ini. Bisa dikatakan Ethereum masih merajai NFT sampai saat ini.
Lebih dari 90% dari semua aset digital dibuat menggunakan token ERC-721 di jaringan Ethereum. Termasuk koleksi NFT paling populer seperti Cryptopunk, Bored Ape Yacht Club, dll.
Namun, dibalik itu semua, jaringan ini dikenal sangat memakan biaya gas atau layanan yang sangat tinggi. Untuk proses minting, transfer, dll, baik kolektor maupun kreator harus merogoh kocek yang cukup dalam.
Namun, saat ini Ethereum tengah melakukan pembenahan salah satunya dengan mengganti model penskalaan jaringan ke model proof of stake. Pembenahan ini memungkinkan pelayanan jaringan yang lebih baik dan tentunya akan mengurasi biaya layanan.
LIHAT JUGA: Tak Sekedar Karya Seni Digital, NFT adalah Semangat Zaman
Solana
Sejak tahun 2021 Solana telah membuktikan sebagai jaringan yang paling populer dan hampir sejajar dengan Ethereum dalam hal kecepatan. Hingga saat ini Solana menjadi jaringan yang paling tinggi dalam hal kecepatan dengan tarif biaya layanan yang lebih rendah dibandingkan Ethereum.
Jaringan Solana pun kini telah mengembangkan ekosistem NFT nya. Marketplace NFT yang berada di jaringan Solana, seperti Solanart, Solsea, dan Magic Eden, mendapat perhatian yang cukup tinggi dari pelaku NFT di tahun 2021.
Dengan keunggulan jaringannya, Solana menyediakan infrastruktur yang kuat untuk mencetak dan menyimpan NFT dengan cara yang ramah lingkungan dan hemat biaya.
Namun, belakangan ini NFT yang bersemayam di Solana mendapat perhatian yang cukup negatif, dikarenakan banyak proyek yang scamming dan “rug pull”.
Binance Smart Chain (BSC)
Dirilis pada September 2020, Binance Smart Chain menyediakan platform berkemampuan kontrak cerdas yang berjalan dengan bantuan token BNB, salah satu aset kripto terbesar di pasar.
BSC dikenal sebagai jaringan berbiaya rendah dan kemampuan transaksi yang cepat. Jaringan ini nampaknya memilki masa depan yang cerah di ekosistem NFT. Setelah meluncurkan marketplace NFT yang terintegrasi dengan exchange terbesar di dunia, Binance, sepertinya jaringan ini akan lebih memasifkan ekosistem NFT.
Salah satu produk NFT yang paling populer di jaringan ini adalah Mobox. Mobox merupakan platoform gamefi yang memanfaatkan jaringan blockchain dan aset kripto MBOX.